Laman

Selasa, 11 Mei 2010

Alasan Penolakan dalam Penilaian KTI untuk Kenaikan Pangkat

Salah satu penghambat pembuatan Karya Tulis Ilmiah (KTI) oleh guru dalam rangka memenuhi syarat kenaiakan pangkat golongan IV adalah kurangnya informasi tentang bentuk KTI yang sesuai dengan persyaratan, terutama bagi guru-guru di daerah sedangkan tim penilai ada di pusat.
Sehingga tidak sedikit KTI yang diajukan oleh guru-guru tidak memenuhi persyaratan atau di tolak oleh tim penilai.

Berikut ini sebagian alasan penolakan dalam penilaian KTI. Data ini penulis dapatkan pada waktu penulis mengikuti diklat KTI bagi guru, kepala sekolah, dan dan pengawas di lingkungan Departemen Agama Propinsi Jawa Barat yang pematerinya tim penilai KTI pusat. Alasan-alasan tersebut, antara lain:
1. Pada KTI terdapat yang menunjukan bahwa KTI tersebut tidak asli, seperti data yang tidak konsisten, lokasi, nama sekolah, dan data yang dipalsukan, lampiran yang tidak sesuai, dan lain-lain.
2. Pada KTI terdapat indikasi yang menunjukan kejanggalan misalnya :
a.Dalam satu tahun, seorang guru mengajukan lebih dari dua buah KTI hasil penelitian. (apabila di setiap semester dilakukan satu penelitian, maka dalam setahun, dihasilkan maksimal dua KTI hasil penelitian).
b.Beberapa KTI dari guru yang sama, sangat berbeda kualitasnya. Misalnya satu KTI berkualitas setara tesis, sedang KTI yang lain, mempunyai kualitas yang sangat jauh berbeda. Tidak wajar apabila kualitas KTI dari guru yang sama, mempunyai mutu yang sangat jauh berbeda.
c.KTI yang dinyatakan dibuat dalam waktu yang berbeda (misalnya tahun-tahun yang berbeda) mempunyai kesamaan mencolok satu dengan yang lain. Kesamaan itu misalnya tampak pada kata pengantar, tanggal pengesahan, tanggal pembuatan, foto pelaksanaan yang sama, dan data yang lain menunjukan ketidakwajaran.
3. KTI yang diajukan sangat mirip skripsi, tesis atau desertasi (yang sangat mungkin karya orang lain). Hal ini tampak dari sajian isi, format kelengkapan kepustakaan, kedalaman teori dan terutama permasalahan penelitiannya.
4. Beberapa KTI (yang umumnya berasal dari daerah yang sama) sangat mirip. Kemiripan yang mencolok tersebut tampak pada pengantar, abstrak, teori, daftar pustaka, yang tertulis sama baik bentuk dan ukuran huruf, kata demi kata, kalimat, dan lain-lain. Fakta di lapangan menunjukan adanya biro jasa yang bersedia “membuatkan” KTI bagi para guru.
5. Isi KTI tidak berkaitan dengan tugas guru dalam tugas pembelajarannya.
a. Masalah yang dikaji tidak sesuai dengan tugas si penulis sebagai guru.
b. Masalah yang dikaji tidak sesuai latar belakang keahlian atau tugas pokok penulisnya.
c. Masalah yang dikaji tidak berkaitan dengan upaya penulis untuk mengembangkan profesinya sebagai guru.
Contoh judul : Kumpulan naskah khotbah.
6. Pada KTI yang dibuat oleh Kepala Sekolah menunjukan kejanggalan karena membahas berbagai mata pelajaran di luar kewajaran. Misalnya seorang Kepala Sekolahnya menulis tentang mata pelajaran : Biologi, Matematika, atau Sejarah.
7. KTI dinyatakan berupa laporan penelitian, namun
a. Latar belakang masalah tidak jelas sehingga tidak dapat menunjukan pentingnya hal yang dibahas dan hubungan masalah tersebut dengan upayanya untuk mengembangkan profesinya sebagai guru (misalnya tidak ada data fakta spesifik yang berkaitan dengan masalah di sekolah atau kelasnya).
b. Rumusan masalah tidak jelas sehingga kurang dapat diketahui sebenarnya yang akan diungkapkan pada KTInya.
c. Lebih merupakan penelitian bidang studi. Contoh judul :Pengaruh jumlah faktor air semen pada kekuatan beton.
d. Kebenarannya tidak terdukung oleh kebenaran teori, kebenaran fakta dan kebenaran analisisnya.
e. Metode penelitian, sampling, data, analisi hasil yang tidak / kurang benar.
8. KTI dinyatakan sebagai Laporan PTK (Penelitian Tindakan Kelas) namun
a. Tidak jelas apa, bagaimana dan mengapa kegiatan tindakan yang dilakukan, juga tidak jelas bagaimana peran hasil evaluasi dan refleksi pada penentuan siklus-siklus berikutnya.
b. Apa yang dijelaskan dalam laporan ternyata hanya laporan pembelajaran biasa, yaitu : Tahapan dalam siklus hanya sama dengan tahapan pembelajaran, siklus hanya dilaksanakan dalam satu pertemuan.
Demikianlah sebagian alasan penolakan dalam penilaian KTI. Semoga bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi yang ingin mengajukan KTI dalam rangka memenuhi syarat kenaiakan pangkat golongan IV. Amin.

Sabtu, 08 Mei 2010

Strategi Think-Talk-Write Dalam Pembelajaran matematika

1. Pengertian Strategi Think-Talk-Write
Strategi think-talk-write (TTW) dalam pelajaran matematika adalah suatu strategi pembelajaran matematika yang pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara, dan menulis. Secara garis besar alur strategi TTW dalam pelajaran matematika dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca masalah/soal matematika (think), selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya (talk) untuk menyelesaikan masalah/soal matematika tersebut, lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 4-6 orang. Dalam kelompok ini siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar dan membagi ide bersama teman. Kemudian mengungkapkan/menuliskan kembali hasil diskusi melalui tulisan (write)

2. Penerapan Strategi Think-Talk-Write
Pembelajaran matematika melalui strategi Think-Talk-Write diawali dengan bagaimana siswa memikirkan penyelesaian suatu masalah/soal matematika yang diberikan oleh guru kemudian diikuti dengan mengkomunikasikan hasil pemikirannya melalui diskusi kelompok yang akhirnya dapat menuliskan kembali hasil pemikirannya tersebut. Hal ini sesuai dengan esensi strategi Think-Talk-Write yang diungkapkan oleh Ansari (2003:7) yaitu mengedepankan perlunya siswa mengkomunikasikan hasil pemikiran matematikanya terhadap masalah yang diberikan guru.
Aktivitas berfikiran (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu teks matematika atau berisi masalah/soal cerita matematika kemudian memikirkan penyelesaian dari masalah tersebut.
Setelah tahap “think” selesai dilanjutkan dengan tahap berikutnya “talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Pentingnya tahap ini dalam pembelajaran matematika, sebagaimana yang diungkapkan Ansari ( 2003:37), antara lain karena :
1) Apakah itu tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan matematika sebagai bahasa manusia. Matematika adalah bahasa yang spesial dibentuk untuk mengkomunikasikan bahasa sehari-hari.
2) Pemahaman matematik dibangun melalui interaksi dan konversasi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna.
3) Cara utama partisipasi komunikasi dalam matematika adalah melalui talk. Siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, sharing strategi solusi, dan embuat definisi.
4) Pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking. Dalam proses ini, pikiran seringkali dirumuskan, diklarifikasi atau direvisi.
5) Internalisas ide (internalizing ideas). Dalam proses konversasi matematika internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah. Siswa mungkin mengadopsi strategi yang lain, mereka mungkin belajar frase-frase yang dapat embantu mereka mengarahkan pekerjaannya.
6) meningkatkan dan menilai kualitas berfikir. Talking membantu guru mengetahui tingkat pemahaman siswa dalam belajar matematika, sehingga dapat mempersiapkan perlengkapan pembelajaran yang dibutuhkan.

Selanjutnya tahap berbicara/berkomunikasi (talk). Pada strategi ini memungkinkan siswa utuk terampil berbicara (komunikasi secara lisan)., yakni berkomunikasi dengan menggunakan bahasa yang mereka pahami. Siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya, membangun teori bersama, berbagi strategi solusi, dan membuat definisi.
Selanjutnya tahap “write” yaitu menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Siswa). Aktivitas siswa selama tahap ini adalah (1) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, (2) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah-demi-langkah. Baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik, ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (3) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, (4) meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.
Berdasarkan uraian diatas secara sederhana dapat disarikan langkah-langkah pembelajaran matematika dengan strategi think-talk-write (TTW) adalah sebagai berikut:
1) Guru membagikan teks bacaan berupa Lembaran Kerja Siswa yang memuat masalah/ soal matematika dan petunjuk pelaksanaannya.
2) Siswa membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara individual (think), untuk dibawa ke forum diskusi.
3) Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.
4) Siswa mengkolaborasi sendiri pengetahuan yang memuat komunikasi matematik (write).

Komunikasi Matematika

Komunikasi Matematika

1. Pengertian Komunikasi Matematika
Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling menyampaikan informasi dari komunikator kepada komunikan dalam suatu komunitas. Dalam matematika, berkomunikasi mencankup ketrampilan/kemampuan untuk membaca, menulis, menelaah dan merespon suatu informasi.
Dalam komunikasi matematika, siswa dilibatkan secara aktif untuk berbagi ide dengan siswa lain dalam mengerjakan soal-soal matematika. Sebagaimana dikatakan Syaban (2008) bahwa: “Komunikasi matematika merupakan refleksi pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik. Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi.”.
Jadi dalam pembelajaran matematika, ketika sebuah konsep informasi matematika diberikan oleh seorang guru kepada siswa ataupun siswa dilibatkan secara aktif dalam mengerjakan matematika, memikirkan ide-ide mereka, menulis, atau berbicara dengan dan mendengarkan siswa lain, dalam berbagi ide, maka saat itu sedang terjadi transformasi informasi matematika dari komunikator kepada komunikan, atau sedang terjadi komunikasi matematika.

2. Pentingnya Komunikasi dalam pembelajaran matematika.
Komunikasi dalam pembelajaran matematika adalah penting. Komunikasi dalam matematika menolong guru memahami kemampuan siswa dalam menginterpretasi dan mengekspresikan pemahamannya tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Sebagaimana dikatakan Peressini dan Bassett (NCTM,1966) bahwa tanpa komunikasi dalam matematika kita akan memiliki sedikit keterangan, data, dan fakta tentang pemahaman siswa dalam melakukan proses dan aplikasi matematika. Dalam bagian lain, Lindquist (NCTM, 1996) berpendapat, “Jika kita sepakat bahwa matematika itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari mengajar, belajar, dan meng-assess matematika”.Jadi jelaslah bahwa komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku dan pengguna matematika selama belajar, mengajar, dan meng-assess matematika.

3. Indikator Komunikasi Matematika.
Untuk melihat kemampuan komunikasi matematika siswa dalam pembelajaran matematika.dapat dilihat dari indikator-indikator kemampuan komunikasi dalam matematika. Banyak pendapat yang mengemukakan tentang indikator-indikator komunikasi matematika. Misalnya, Indikator kemampuan komunikasi matematika yang diungkapkan oleh Sumarmo (2003) komunikasi matematis meliputi kemampuan siswa: (1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; (2) menjelaskan idea, situasi dan relasi matematik secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbul matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis; (6) membuat konjektur, menyusun argument, merumuskan definisi dan generalisasi; (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari.

4. Aspek-Aspek Komunikasi Matematika
Baroody (Ansari: 2003) mengatakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yaitu representing (refresentasi),listening (mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing (menulis).

a. Representing (refresentasi)
Refresentasi adalah: (1) bentuk baru sebagai hasil translasi dari suatu masalah atau ide, (2) translasi suatu diagram atau model fisik ke dalam simbol atau kata-kata (NCTM, 1989: 26). Misalnya, refresentasi bentuk perbandingan ke dalam beberapa model kongkrit, dan refresentasi suatu diagram ke dalam bentuk simbol atau kata-kata. Refresentasi dapat membantu anak menjelaskan konsep atau ide, dan memudahkan anak mendapatkan strategi pemecahan masalah (Ansari,2003:21)

b. Listening (mendengar)
Mendengar merupakan aspek penting dalam suatu komunikasi. Seseorang tidak akan memahami suatu informasi dengan baik apabila tidak mendengar yang diinformasikan. Dalam kegiatan pembelajaran mendengar merupakan aspek penting. Ansari (2003: 23) mengatakan bahwa mendengar merupakan aspek penting dalam komunikasi. Siswa tidak akan mampu berkomentar dengan baik apabila tidak mampu mengambil inti sari dari suatu topik diskusi. Siswa sebaiknya mendengar dengan hati-hati manakala ada pertanyaan dan komentar teman-temannya. Baroody ( Ansari, 2003: 23) mengatakan bahwa mendengar secara hati-hati terhadap pertanyaan teman dalam suatu grup juga dapat membantu siswa mengkonstruksi lebih lengkap pengetahuan matematika dan mengatur strategi jawaban yang lebih efektif. Pentingnya mendengar juga dapat mendorong siswa berfikir tentang jawaban pertanyaan.

c. Reading (membaca)
Salah satu bentuk komunikasi matematika adalah kegiatan membaca matematika. Membaca matematika memiliki peran sentral dalam pembelajaran matematika. Sebab, kegiatan membaca mendorong siswa belajar bermakna secara aktif. Istilah membaca diartikan sebagai serangkaian keterampilan untuk menyusun intisari informasi dari suatu teks.
Kemampuan mengemukakan idea matematika dari suatu teks, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan merupakan bagian penting dari standar komunikasi matematika yang perlu dimiliki siswa. Sebab, seorang pembaca dikatakan memahami teks tersebut secara bermakna apabila ia dapat mengemukakan idea dalam teks secara benar dalam bahasanya sendiri. Karena itu, untuk memeriksa apakah siswa telah memiliki kemampuan mambaca teks matematika secara bermakna, maka dapat diestimasi melalui kemampuan siswa menyampaikan secara lisan atau menuliskan kembali idea matematika dengan bahasanya sendiri.

d. Discussing (diskusi)
Salah satu wahana berkomunikasi adalah diskusi. Dalam diskusi akan terjadi transfer informasi antar komunikan, antar anggota kelompok diskusi tersebut. Diskusi merupakan lanjutan dari membaca dan mendengar. Siswa akan mampu menjadi peserta diskusi yang baik, dapat berperan aktif dalam diskusi, dapat mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya apabila mempunyai kemampuan membaca, mendengar dan mempunyai keberanian memadai. Diskusi dapat menguntungkan, melalui diskusi siswa dapat memberikan wawasan baru bagi pesertanya, juga diskusi dapat menananmkan dan meningkatkan cara berfikir kritis.
Beberapa kelebihan dari diskusi kelas menurut Baroody (Ansari, 2003:25) antara lain:
1) Dapat mempercepat pemahaman materi pembelajaran dan kemahiran menggunakan strategi.
2) membantu siswa menkonstruk pemahaman matematik.
3) menginformasikan bahwa para ahli matematika biasanya tidak memecahkan masalah sendiri-sendiri, tetapi membangun ide bersama pakar lainnya dalam suatu tim.
4) Membantu siswa menganalisis dan memcahkan masalah secara bijaksana.

e. Writing (menulis).
Salah satu kemampuan yang berkontribusi terhadap kemampuan komunikasi matematika adalah menulis. Dengan menulis siswa dapat mengungkapkan atau merefleksikan pikirannya lewat tulisan ( dituangkan di atas kertas/alat tulis lainnya). Dengan menulis siswa secara aktif membangun hubungan antara yang ia pelajari dengan apa yang sudah ia ketahui.
Ada lima langkah yang harus dilakukan siswa agar tulisan/pekerjaan siswa bermutu, sebagaimana dikatakan Shield (Ansari, 2003:32) yaitu :
1) Tuliskan solusi kamu agar pembaca tahu tidak ada masalah dengan masalah
2) Tunjukkan semua pekerjaan matematikakamu, termasuk perhitungannya
3) Organisasikan semua pekerjaan kamu ke dalam langkah-langkah penyelesaian atau dengan berbagai cara seperti diagram, grafik, tabel yang mudah dibaca dan ditindak lanjuti
4) Koreksi pekerjaan kamu sehingga kamu yakin sehingga kamu yakin tidak ada kata yang penting atau perhitungan yang tertinggal
5) Yakinlah bahwa pekerjaan kamu terbaik, dapat dimengerti dan asli.

Merujuk uraian-uraian diatas, kemampuan siwa dalam refresentasi, mendengar, membaca, diskusi dan menulis dapat membantu siswa untuk memperjelas pemikiran mereka dan dapat mempertajam kemampuan kumunikasi matematikanya.